Selasa, 07 Juni 2011

MENGGAPAI LANGIT - part 1




Siang yang terik. Panggung itu masih kosong. Penontonnya pun jarang. Bahkan bisa dibilang, tidak ada satupun yang berdiri, berhenti hanya sekedar untuk mencari tau siapa yang akan masuk mengisi panggung sebentar lagi. Mereka semua tahu, nama-nama besar yang ada disitu tidak mungkin tampil di jam-jam ini.

Anggara berdiri di samping panggung, menatap ke arah sekerumunan orang yang baru saja berhenti di depan panggung. Apakah mereka yang akan mendengarkan aku bernyanyi, harapnya dalam hati. Salah satu dari orang-orang itu berdiri di panggung, lalu berpose lucu, dan teman-temannya memotretnya. Mereka tertawa-tawa. Anggara tersenyum menatap mereka. Tapi senyum itu langsung pudar begitu Mas Ken mendorong bahunya pelan. "Ayo Anggara! Cepat naik!" ujarnya dengan suara yang serak. Seharian mengurus acara membuatnya kehilangan kesabaran. "Iya Mas..." ujar Anggara tanpa ragu, dan langsung melangkah menaiki panggung.

Seketika orang-orang yang tadinya bermain-main di panggung langsung terkejut begitu melihat kehadiran Anggara. Untuk beberapa saat mereka tertegun. Anggara memberikan senyumannya. Tapi senyuman itu tak berbalas. Mereka hanya mendengus pendek, lalu turun dari panggung dan bergegas menuju ke keramaian lain. Anggara menghela nafasnya. Bukan karena kecewa. Sudah terlalu sering dan terbiasa ia tak mendapatkan perhatian apa-apa. Penampilannya memang jauh dari segala hal yang keren. Celana jeans yang ia kenakan sudah berulang kali robek dan dijahit lagi. Kemejanya biru, dan warnanya sudah mulai pudar. Wajar kalau orang-orang tak menganggapnya penting.

Anggara melangkahkan kaki ke tengah panggung. Orang-orang tetap berjalan bersliweran di sekitar panggung. Anggara tak berani berharap akan ada yang meneriakkan namanya. Ia hanya berharap mereka mau mendengarkan suaranya, sekedar menoleh dan memberikan tepuk tangan di akhir lagunya. Karena itu Anggara menarik nafasnya dalam-dalam. Ia dekatkan mic ke bibirnya.


Suasana sekitar ramai. Stand-stand makanan dipenuhi oleh pengunjung.

"Selamat siang semuanya... Selamat datang di acara Fun with Awesome Tea!"

Tak ada yang menoleh apalagi berhenti.

"Saya akan membawakan satu lagu untuk semuanya yang ada disini.."

Seorang anak kecil menangis karena terjatuh. Ibunya sibuk menenangkannya.

"Judulnya, Sempurna... dari Andra and the Back Bone..."

Musik mulai mengalun. Beberapa orang menoleh, tapi sambil berjalan.



Anggara mulai bernyanyi...

Kau begitu sempurna, dimataku kau begitu indah, kau membuat diriku akan slalu memujamu, di setiap langkahku, ku kan slalu merindukan dirimu, tak bisa ku bayangkan hidupku tanpa cintamu. Janganlah kau tinggalkan diriku, takkan mampu menghadapi semua, hanya bersamamu ku akan bisa... Kau adalah darahku, kau adalah jantungku, kau adalah hidupku, lengkapi diriku, oh sayangku kau begitu... Sempurna...


Suara Anggara menggema mengisi ruang-ruang yang terbuka. Mengalun mengalir begitu saja dari speaker-speaker hitam yang mengarah ke penjuru lapangan. Seorang pria berhenti makan dan mulai mencari arah suara. Seorang gadis muda berhenti tertawa dan menatap ke arah panggung. Anak kecil yang tadi menangis berhenti dan mulai mendengarkan.


Sekarang semua mata menatap ke arah panggung. Menatap pemuda bertubuh kurus yang berdiri menggenggam mic dan bernyanyi dengan syahdu. Musik terus mengalun. Mas Ken yang sedang sibuk menelpon seorang artis yang seharusnya sudah sampai tapi belum datang juga sempat melirik ke arah Anggara. Ia tahu, ia akan selalu bisa mengandalkan Anggara, dan kemudian kembali mencoba menghubungi nomer handphone manager sang artis.


Anggara sendiri telah melupakan semua yang ada di sekitarnya. Ia hanya ingin bernyanyi, menyuarakan isi hatinya. Terbayang olehnya wajah seorang gadis. Wajah seorang yang telah lama sekali tak pernah lagi ia temui. Seseorang yang telah begitu dalam menyentuh hatinya. Seseorang yang baginya sangat sempurna, namun sempurna yang bukan miliknya lagi. Seseorang yang telah meninggalkan dirinya untuk orang lain yang menurutnya lebih sempurna daripada dirinya. Anggara terus bernyanyi, untuk kenangan itu. Untuk kenangan yang tidak mungkin kembali padanya.



Tanpa terasa, tiga menit berlalu sudah. Dan Anggara mengakhiri lagu itu dengan sempurna. Tapi kesadarannya masih belum kembali ke panggung. Ia masih berada di dalam lagu itu. Sempurna. Mungkinkah ia menjadi sempurna? Mungkinkah ia memiliki sesuatu yang sempurna? Bolehkah seseorang seperti dirinya berharap? Mungkinkah...?


Tiba-tiba terdengar suara satu tepuk tangan.

Mungkin aku cuma bermimpi.

Di sisi lain terdengar lagi satu tepukan menyambut tepukan yang sebelumnya.

Mereka mungkin sedang menyoraki orang lain.

Dan tepukan lain menyahuti, dan yang lain lagi menyahuti, dan lama kelamaan, terdengar suara tepuk tangan dimana-mana.



Anggara mengangkat wajahnya. Dan ia melihat, beberapa orang, berdiri di dekat panggung, memberikan tepuk tangan padanya sambil tersenyum. Anggara tersenyum.



"Terimakasih" ujarnya dengan perasaan bahagia.



Mereka yang bertepuk tangan, walaupun cuma kurang dari 10 orang, masih terus bertepuk tangan. Momen ini adalah momen yang paling berharga baginya. Lebih berharga daripada momen manapun. Anggara mengangguk, lalu membalikkan badannya. Ia menuruni panggung dengan hati senang.


Mas Ken sudah menunggunya di bawah panggung dan mengambil mic darinya.


"Makasih Anggara. Mereka suka tuh sama kamu." kata Mas Ken sambil menepuk bahu Anggara.

"Aku yang makasih Mas. Lain kali ajak lagi yah?"

"Jangan khawatir. Selama kamu mau aja nyanyi nggak dibayar, pasti aku ajak terus."

"Yang penting bisa tampil Mas. Aku butuh pengalaman."

"Okey, okey. Sekali lagi, makasih yah Ngga."


Lalu Mas Ken memberikan secarik kupon.

"Nih, kupon buat makannya."

"Okey Mas Ken. Makasih ya..."


Setelah Anggara menerimanya, Mas Ken meninggalkannya. Anggara menatap kupon di tangannya. Ia memang sudah lapar dari tadi. Anggara menghampiri satu stand makanan, tempat ia bisa menukarkan kupon itu. Tiba-tiba seseorang menarik lengannya...


Anggara menoleh. Seorang gadis berdiri di hadapannya dengan wajah ceria.


"Ngga!!"

"Rika!"


Rika langsung memeluknya.


"Akhirnya ketemu juga sama elo! Ya ampun, gue kangen banget tauk!!" ujarnya sambil melepaskan pelukannya. Anggara seperti masih belum selesai dengan kagetnya. "Lo kemana aja sih Ngga?" tanya Rika setelah itu. Anggara tersenyum. Berangsur-angsur kesadarannya sudah kembali.


"Nggak kemana-mana. Biasa lah, cari panggung." ujar Anggara dengan malu-malu.

"Lo tega banget sih, pergi begitu aja, nggak ngasih-ngasih kabar..." ucap Rika kesal.

"Ah, lo 'kan orang kaya, mana mungkin ngefek kehilangan orang kayak gue..." Kata Anggara sambil bercanda. Seperti yang sudah ia perkirakan, Rika langsung cemberut dan mencubitnya.

"Iiiihh!! Awas yah Ngga!! Enak aja ngomong begitu ke gue!!" Dengan sengaja Anggara menahan sakitnya. Rika makin kesal, tapi kemudian melepaskan cubitannya.

"Ih! Jadi orang nyebelin banget sih lo!" kata Rika dengan kesal.

"Hehehe... emang. Lo ngapain disini? Nyanyi?"

"Enggak." Tapi kemudian Rika mengernyit tak percaya. "Emangnya lo nggak tau?"

Sekarang Anggara yang jadi bingung. "Nggak tau apa?"

"Ini 'kan acaranya Mas Dion!"


Nama itu... Akhirnya keluar juga dari bibir Rika. Anggara terpaku. Pria sempurna dimata gadis yang sempurna bagi Anggara.


"Oh..." Cuma itu kata-kata yang bisa keluar dari mulut Anggara.


Rika mulai belingsatan menoleh ke kanan dan kirinya. "Mas Dion tuh udah ngatur semuanya supaya gue bisa ketemu lo lagi disini..."

"Tunggu, tunggu... Jadi... Jadi dia yang ngurusin acara ini?"

Rika mengerdip jenaka. "Iya! Jadi Mas Dion suruh orang talent buat cariin elo! Untung si orang talent itu kenal sama elo! Gue seneng banget akhirnya bisa nemuin elo!!"

Anggara menelan ludah.

"Oh... key... Jadi... Begitu. Rika... Gue mau makan dulu yah." ujar Anggara membelokkan pembicaraan. Rika menatap Anggara dan tersenyum.

"Traktir yaaah!! Lo 'kan pasti udah terima honor! Kita makan berdua, kayak dulu!!"

Anggara tertawa. "Honor? Honor apa?"

"Ya honor lo nyanyi lah... Mas Dion bilang honor lo lumayan loohh..."

Anggara terpaku. Ia menatap kupon di tangannya, dan terngiang ucapan Mas Ken sebelum memberikan kupon itu padanya... "Jangan khawatir. Selama kamu mau aja nyanyi nggak dibayar, pasti aku ajak terus."...

Anggara menatap ke arah panggung. Mas Ken ada disitu, sedang bicara dengan seseorang. Mas Ken menatap ke arahnya, lalu melambaikan tangannya. Anggara tak menjawab. Ia hanya mengangguk saja.



"Ngga.. Ayo katanya mau makan?" ucap Rika menyadarkan Anggara. Anggara menatap kupon di tangannya lagi. Ia menyodorkan kupon itu pada Rika.

"Ini..." Rika tertegun bingung. "Buat kamu aja." kata Anggara sambil menyerahkan kupon pada Rika. Rika mengambilnya. Dan Anggara langsung membalikkan badannya, pergi meninggalkan Rika begitu saja. Rika termangu bingung. Ia mengejar Anggara.

"Ngga...? Lo kenapa?" ujarnya sambil menyelaraskan langkahnya dengan Anggara. Anggara tak menjawab, ia hanya menatap Rika sambil tersenyum kecut. Bukannya berhenti, Rika malah makin penasaran.

"Ngga!! Anggara berhenti!"

Dan langkah Anggara pun terhenti. Perlahan-lahan ia membalikkan badannya, dan menatap Rika yang berdiri di belakangnya.

"Rika, aku minta kamu jangan pernah lagi cari aku." ucap Anggara perlahan tapi tegas.

Rika terkejut. "K... Kenapa?"

"Kamu tau kenapa." sahut Anggara cepat. Rika terpengarah.

"Teganya kamu ngelupain apa yang pernah terjadi diantara kita, dan bersikap seolah-olah aku bisa memaafkan pengkhianatan yang sudah kamu lakuin ke aku. Kamu sudah memilih, dan aku yang terbuang."

"Aku masih sayang sama kamu Ngga..." kata Rika dengan suara yang mulai parau. Anggara menghela nafas, lalu bicara dengan nada yang sangat tenang.

"Aku hargain perasaan kamu. Tapi berhenti berusaha paksain aku buat terima semua itu. Bilangin Dion, makasih udah undang aku nyanyi disini. Kalau dia berani terbuka datengin aku dan minta sendiri ke aku, dia nggak usah susah payah bayar aku pake kupon makan. Aku nggak papa kok nyanyi gratis. Anggap aja hari ini tadi aku ngasih hadiah pernikahan kalian. Okey?" Anggara membalikkan badan, tapi Rika menahannya.

"Bayar pake kupon? Nggak mungkin..." Anggara langsung memotongnya, "Kamu tanya aja langsung ke Mas Ken, orangnya ada disitu. Dia yang kasih kupon itu ke aku. Selamat tinggal Rika."

Anggara langsung membalikkan badannya dan melangkah dengan cepat menjauhi Rika. Sementara Rika kebingungan, menatap kupon di tangannya, dan melihat ke arah Mas Ken yang masih sibuk sendiri di dekat panggung.



Anggara terus melangkah menjauh, tak mempedulikan semua yang ada di sekitarnya. Sekali dua kali ia menubruk orang yang lewat, tapi ia tak merasakan apa-apa. Cuma rasa sakit di hatinya saja yang mengambil alih semua indera perasa di dirinya. Sakit seperti diterjang berjuta jarum, begitu pilu dan begitu perih. Dalam hatinya ia bertanya, kenapa? Kenapa harus ia alami lagi sakit hati ini? Sampai berapa lama lagi harus mampu ia kuatkan diri.



Anggara terus melangkah. Makin lama makin menjauh, dan makin menjauh. Langkah yang dibawa oleh amarah dan kekecewaan. Sampai-sampai tak peduli lagi ia dengan kemana ia melangkah, bahwa mobil-mobil yang melaju pesat mengklakson sambil memaki dirinya yang menyeberang tanpa menoleh kanan dan kiri. Anggara terus melangkah dengan tak peduli ketika sebuah motor mengerem mendadak dan hampir saja menabraknya.



Dan akhirnya ia berhenti di seberang jalan. Ia berdiri terpaku.



Ya Allah, aku harus mengakhiri semua ini. Berikan aku jalan. Tunjukkan aku jalan keluar...



...

...

...



Tiba-tiba handphone Anggara berbunyi. Ia mengambilnya dan melihat, sebuah pesan masuk. Anggara membacanya;



Maaf BM: Dibuka audisi boyband, khusus buat cowok, usia 17-25 thn, diutamakan yang bisa menyanyi dan menari. Segera hubungi 087878072197 untuk informasi lebih lanjut.



Anggara menatap ke atas langit... Alhamdulillah... Mudah-mudahan ini jalanMu.





BERSAMBUNG

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites